Prof. Dr. Konrad Kebung Beoang, SVD
APA manfaat belajar filsafat?
Filsafat itu cuma bikin apa yang sederhana jadi rumit dan ribet. Filsafat tidak punya nilai ekonomis untuk dipelajari.
Begitulah kesan skeptis yang telah umum terdengar tentang filsafat. Tak heran, tak banyak yang menaruh minat pada bidang ini. Padahal sejatinya, filsafat boleh disebut sebagai ibu dari segala ilmu. Sebelum lahir dan berkembang banyak ilmu seperti sekarang ini, filsafat sudah lama lahir, nun jauh di tempo dulu, pada zaman Aristoteles dan Socrates. Zaman ketika buku belum dikenal.
Sebagai ibu dari segala ilmu, filsafat sangat kuat mewarnai setiap titian sejarah peradaban dunia ini. Jika ilmu lain bergulat dengan hal-hal praktis, filsafat berurusan dengan nilai. Dia tidak mengajarkan hal-hal teknis, keterampilan- keterampilan praktis, tetapi dia menanamkan nilai-nilai agar mereka yang terampil itu punya etika, punya rasa. Filsafat mengajarkan orang untuk teguh pada pendirian, tulus memperjuangkan keadilan dan berani menyatakan kebenaran. Prof. Dr. Konrad Kebung Beoang, SVD, coba mengungkapkan satu dua pikiran kecil tentang filsafat.
Ada pendapat yang mengatakan filsafat tidak relevan lagi untuk dipelajari
Pernyataan ini hanya datang dari orang yang masih kuat menganut pandangan yang tidak benar dan realistis tentang filsafat. Dengan kata lain, orang-orang ini masih memiliki prasangka yang kuat terhadap filsafat. Padahal hakikat filsafat sebagai ilmu adalah berpikir dan berefleksi. Dengan berpikir atau berefleksi orang secara sadar menghadapkan dirinya dengan realitas sekitarnya. Dan itu berarti lewat berpikir orang dapat mengamati dunianya secara kreatif dan terbuka, dan bisa mengolah dan mengembangkan dunia-realitasnya dengan mudah. Dengan berpikir dia membentuk dalam dirinya suatu sikap dan pada gilirannya terungkap dalam tingkah laku dan tata cara hidup. Dan, ada banyak sekali pertanyaan mendasar dan asasi yang tidak bisa dijawabi oleh pelbagai ilmu lain kecuali melalui filsafat. Dan di sini peran filsafat tidak bisa digantikan oleh ilmu-ilmu lain.
Tempat dan peran filsafat di tengah menguatnya ilmu-ilmu terapan
Filsafat tampil di sana dengan fungsi kritis dan secara mendalam bisa meneropong atau mencermati apa yang ada dalam ilmu-ilmu terapan. Filsafat bisa membuat analisis tentang ilmu-ilmu terapan secara radikal dan ini pada gilirannya akan sangat membantu dan memperkuat ilmu-ilmu terapan, tidak hanya lewat analisis verbal, melainkan juga yang bisa terungkap dalam sikap dan tingkah laku seorang ilmuwan praktis atau terapan. Dan karena itu kendati ilmu-ilmu positif juga ilmu-ilmu terapan semakin menjauhkan diri dari filsafat, orang tetap bisa berfilsafat dalam dan tentang ilmu-ilmu itu.
Relevansi filsafat bagi kehidupan masyarakat di NTT
Filsafat itu berakar dalam hidup dan berkaitan amat erat dengan hidup dan kehidupan kita. Karena itu filsafat selalu relevan untuk siapa saja dari kelompok apa saja. Kalau filsafat dilihat sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup, jelas semua kita miliki, dan semua kita boleh-- dalam satu arti -- disebut sebagai filsuf. Orang-orang NTT punya filsafat berpikir yang khusus, yaitu bagaimana dia melihat dunianya, sesamanya manusia dan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan atau Yang Mutlak dalam hidupnya. Dengan kata lain, bagaimana orang NTT melihat dunianya, bagaimana dia menanggapi dunianya, bagaimana dia berpikir tentang dunianya, dan bagaimana dia juga membangun dunianya itu menurut pola pikir dan pola tingkahnya sendiri. Ini yang disebut sebagai filsafat berpikir orang NTT. Namun filsafat sebagai ilmu masih kurang popular di tengah masyarakat kita di NTT. Di mana-mana terdapat prasangka terhadap filsafat, bahwa filsafat adalah ilmu yang amat sukar, bahwa filsafat adalah permainan akal yang mempersulit apa yang sebenarnya gampang dan mudah, bahwa filsafat adalah ilmu yang dapat digunakan untuk memanipulasi perkataan dan pikiran orang, dan lain-lain. Ini semua adalah prasangka dan pandangan yang tidak benar tentang filsafat.
(hasil wawancara : Tony kleden)
Saya mengenal Filsafat tepatnya saat masih duduk di kelas II SLTP, saat itu ada LOMBA MENULIS dan saya bingunk mencari literatur. kebetulan Ayah saya adalah pelanggan setia VOX. Majalah berbentuk Buku terbitan STFK LEDALERO. Dan sungguh Rumit mempelajari Filsafat. Namun saya mencoba dengan kemampuan saya yang masih labil saat itu, Menarik sekali. Karena itu Sampai saat ini saya tidak pernah merasa cukup waktu dan sumber untuk mempelajarinya. Thanks Bung Tony untuk publikasi wawancaranya.,,^^
Senin, 04 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar